Malesung adalah aksara tradisional masyarakat Minahasa Kuno yang telah tidak ada yang menggunakannya lagi. Bentuk aksara malesung atau Aksara Watugirot menurut budayawan Paulus Lumoindong (alm) berasal dari serumpun dengan aksara pilipina. Huruf Malesung ini pada hanya dipakai untuk menulis keputusan penting pemerintahan dan kemasyarakatan. Naskah ditulis pada batu watu menggunakan besi atau pahat batu/besi. Lihat Buku Aksara Malesung oleh David DS Lumoindong. Aksara Malesung kini hanya tersisa pada beberapa peninggalan Prasasti diantaranya prasasti Pinawetengan.
(Aksara Malesung) kini hanya tersisa pada beberapa peninggalan Prasasti diantaranya prasasti Pinawetengan.
Prasasti Pinawetengan ditemukan tahun 1888.. di desa Pinawetengan (Tompaso), Minahasa, Sulawesi Utara, Indonesia. Penanggalan masih diperkirakan antara abad 4 hingga abad 7 menurut Riedel tahun 670 Masehi, berdasarkan perhitungan silsilah. Prasasti ini menggunakan bahasa Minahasa Kuno meskipun huruf-huruf yang digunakan hiroglif belum ada yang mengetahui secara jelas, hanya syair kuno dan penjelasan turun temurun yang dipegang dipercaya sebagai Prasasti Musyawarah Leluhur untuk Pengaturan sistem pemerintahan dan Pembagian wilayah.
Prasasti ini berbeda dengan prasasti lainnya di nusantara (Indonesia) yang menggunakan huruf kawi yang masih terpelihara bukti-buktinya, sehingga mudah dipelajari. Hurufnya sangat berbeda apabila dibandingkan dengan prasasrti dari Jawa semasanya. Huruf ini sudah tidak dikenal. Huruf-huruf pada Pinawetengan ditatah pada batu langsung, seperti di Jawa ditulis tetapi bukan huruf palawa, kawi dan sebagainya, kemungkinan besar huruf ini lebih tua dari huruf kawi, pallawa dan lainnya karena masih berbentuk gambar (hieroglif) sama dengan huruf mesir kuno. Hieroglif adalah sistem tulisan formal yang digunakan masyarakat Mesir kuno yang terdiri dari kombinasi elemen logograf dan alfabet. Melihat jenis huruf maka diperkirakan digunakan sebelum Masehi dan kemungkinan hilang atau mulai jarang digunakan sekitar abad 9. Prasasti Pinawetengan bisa saja lebih tua dari Prasasti Mulawarman dan Purnawarman (Saekitar Abad 2 Masehi - Abad 5 Masehi). Ini peninggalan leluhur yang seharusnya menjadi kebanggaan bagi indonesia dan menjadi tantangan bagi para pakar arkeologi dunia, hanya saya anggaran pemerintah pusat belum secara khusus diarahkan untuk menjadi pusat riset Indonesia. Ini Aksara dan Prasasti Republik Tertua didunia, deklarasi negara Demokrasi tertua di Asia mungkin juga didunia demikian kata David DS Lumoindong dalam bukunya Indonesia Negara Republik yang memiliki prasasti deklarasi republik tertua didunia. Sehingga akhirnya dunia belajar demokrasi ke Indonesia. Pinawetengan adalah merupakan aset dunia yang seharusnya dilindungi PBB.
Isi prasasti ini mengenai pernyataan Perdamaian, Deklarasi Penggunaan Sistem Demokrasi dalam Pemerintahan negara Republik Kuno, Pembagian Wilayah, Kebebasan Hak Asasi, Otonomi dan Hak Merdeka Berdiri Sendiri.
== Prasasti Pinawetengan ==
Ceritera rakyat mengenai adanya batu Pinawetengan di temukan penulis J.G.F Riedel dari cerita rakyat tombulu yang di cetak dalam bentuk buku berjudul "AASAREN TUAH PUHUHNA NE MAHASA" terbit di tahun 1870 dalam bahasa Tombulu. Lokasi tempat batu Pinawetengan pada mulanya hanya disebut tempat berkumpulnya penduduk Minahasa yang terletak di tengah-tengah Tanah Minahasa. Kemudian disebut tempat Pahawetengan Posan, pembahagian tatacara beribadat agama suku. Lokasinya disebuah tempat yang bernama bukit AWOHAN (AWOAN) di Tompaso. Istilah Watu Pinawetengan pada waktu itu belum ada, karena batu suci tempat upacara PAHAWETENGAN POSAN belum ditemukan karena sudah tertimbun dan masuk ke dalam tanah. Kemudian di tahun 1888 pada bulan Juni J.Alb.T. Schwarz seorang pendeta di Sonder membiayai penggalian batu Suci orang Minahasa tersebut, dan bulan Juli 1888 batu itu di temukan lalu lahirlah istilah "Watu Pinawetengan". Usia gambar-gambar di batu Pinawetengan di analisa penulis J.G.F Riedel berasal dari abad ke-7 (tujuh).
II. Analisa Arti Gambar Oleh J.Alb.T Schwarz.
III. Analisa Arti Gambar Oleh Jessy Wenas.
Sebenarnya Watu Pinawetengan sempat terkubur dan hilang selama berabad-abad. Penggalian situs bersejarah itu dilakukan pada bulan Juni tahun 1888 hasil penelusuran JAT Schwarz dan JGF Riedel dari sastra lisan dan tuturan yang tersisa di masyarakat Minahasa. Mereka adalah putra Pendeta JG Schwarz dan Pendeta JF Riedel yang menjadi misionaris di Minahasa. Nederlandsche Zendeling Genootschap mengirimkan dua penginjil, Johann Gottlieb Schwarz dan Johann Frederik Riedel yang masing-ditempatkan di Langowan dan Tondano.
Penelusuran Riedel dan Schwarz sampai ke wilayah Sonder, Minahasa. Watu Pinawetengan berada di sebuah bukit di kawasan Gunung Tonderukan. Dari catatan Riedel dan Schwarz pada tahun 1862 dan bukti-bukti sejarah lisan leluhur Minahasa, Watu Pinawetengan berasal dari era abad VII Masehi. Hanya saja, upaya penggalian baru diadakan pada tahun 1888.
Watu Pinawetengan |
Masyarakat setempat mempercayai bahwa batu itu merupakan tempat tempat bermusyawarahnya para pemimpin dan pemuka masyarakat Minahasa asli keturunan Toar & Lumimuut (nenek moyang masyarakat Minahasa) pada masa lalu, dalam rangka membagi daerah menjadi enam kelompok etnis suku-suku bangsa yang tergolong ke dalam kelompok-kelompok etnis Minahasa. Sampai saat ini batu bergores yang sudah ditemukan di Minahasa, baru watu pinawetengan, terdapat di wilayah kerja Kawangkoan namun dapat dianggap sebagai temuan yang cukup penting dan dapat dimasukkan sebagai monumen sejarah, khususnya sejarah kebudayaan masyarakat Minahasa